Sekda provinsi NTB bersama Wakil Ketua LPSK, Sri Nurherawati saat diwawancarai media |
Mataram (CatatanNTB.com) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban menggelar sosialisasi Sahabat Saksi dan Korban, pada kegiatan penguatan sinergi antara LPSK- APH- Pemangku Kepentingan: Membangun Sistem Perlindungan Inklusif untuk Saksi dan Korban.
Adapun di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) masih menjadi masalah serius. Berdasarkan data Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tahun 2023, NTB mencatat jumlah permohonan perlindungan tertinggi untuk kasus TPPO dengan 179 permohonan. NTB berada di urutan kedua secara nasional setelah Cianjur.
Wakil Ketua LPSK, Sri Nurherawati, menyebut bahwa tingginya kasus TPPO di NTB terutama disebabkan oleh praktik ilegal yang dilakukan oleh tekong yang memberangkatkan Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara tidak sah. Ia juga mengungkapkan adanya dugaan eksploitasi seksual di kalangan PMI.
"Kalau dari data itu tadi paling tinggi TPPO. Kebanyakan TKI diantaranya, karena NTB ini daerah asal (Pengirim PMI,red) "Ungkap Wakil Ketua LPSK Sri Nurherwati pada kegiatan sosialisasi dan desiminasi yang bertemakan, “Sinergi LPSK dan Masyarakat Sipil : Membangun Sistem Perlindungan Yang Inklusif Untuk Saksi dan Korban” di Hotel Astoria, Kamis, (24/10)
Menurut Sri, banyaknya permohonan perlindungan dari korban TPPO asal NTB juga dipicu oleh pengungkapan kasus oleh pihak kepolisian. Polisi menerima laporan masyarakat dan berhasil mencegah keberangkatan beberapa korban yang ditampung di tempat penginapan untuk dikirim ke luar negeri. Salah satu negara tujuan adalah ke Australia.
Oleh karena itu LPSK memberikan apresiasi kepada pihak kepolisian atas upaya pencegahan dan penanganan kasus TPPO di NTB.
"Apresiasi juga untuk kepolisian yang berhasil mengungkap kasus dan mencegah lebih banyak korban," tambahnya.
Selain masalah TPPO, Sri juga menyoroti tingginya angka perkawinan anak di NTB. Berdasarkan data dari Pengadilan Tinggi Agama NTB, tercatat 723 dispensasi pernikahan pada tahun 2023. Pada tahun 2021, jumlah dispensasi pernikahan bahkan mencapai 1.127 kasus atau sekitar 70 persen dari total permohonan.
"Mungkin perkawinan anak semala ini tidak dilaporkan sebagai pidana tetapi dimintakan dispensasi," ujarnya
Disisi lain Sri mengapresiasi langkah beberapa kepala desa di NTB yang telah mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi praktik perkawinan anak. LPSK mendukung upaya ini agar para korban mau melaporkan kasus-kasus perkawinan anak untuk diproses secara pidana. Terlebih menurut UU TPKS, perkawinan anak dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk kekerasan seksual.
Kegiatan Sosialisasi dan perkuat Sinergi, LPSK |
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, Lalu Gita Ariadi, mengucapkan terima kasih kepada LPSK atas pemilihan NTB sebagai tuan rumah kegiatan sosialisasi ini. Miq Gita sapan akrab Sekda NTB ini menyebut kegiatan yang digelar oleh LPSK sebagai langkah edukatif yang penting bagi saksi dan korban.
“Saksi dan korban perlu mendapatkan hak-hak mereka sebagai warga negara, dan negara melalui LPSK hadir untuk menjamin hal itu. Ini merupakan bentuk supremasi penghargaan atas hak asasi manusia,” ujarnya.
Miq Gita berharap sosialisasi ini akan memperkuat perlindungan bagi saksi dan korban di tingkat daerah serta mendorong mereka untuk berani melapor dan memperjuangkan hak-haknya.
"Mudah-mudahan nanti setelah sosialisasi ini pada tingkat daerah, dapat memberikan perlindungan kepada saksi dan korban, tersampaikan sebagai sebuah apresiasi penghargaan," tutupnya. (red)
0Komentar